Miyos Gangsa Awali Sekatan 2023

25/09/2023 193 view Jogja Kini Prosesi Miyos Gangsa atau membawa Gangsa Sekaten dari Bangsal Pancaniti menuju Masjid Gedhe Kauman, pada Hajad Dalem Sekaten 2023/Jimawal 1957 (Panji Arkananta / Ceritajogja)

Yogyakarta - Miyos Gangsa Keraton Yogyakarta sudah dilaksanakan pada Kamis 21 September 2023 yang lalu. Ini merupakan bagian dalam Hajad Dalem Sekaten 2023/Jimawal 1957 guna memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Prosesi miyos gangsa merupakan tanda diawalinya rangkaian Sekaten. Sekaten pada tahun 2023 ini akan diakhiri dengan Garebeg Mulud pada Kamis 28 September 2023.

“Semalam sudah dilakukan ayahan Miyos Gangsa. Jadi ada tiga momen kalau bulan ini: Miyos Gangsa, Kondur Gangsa, sama Grebeg yang akan dilakukan pada 28 September nanti. Secara prinsip sebetulnya (pelaksanaan Garebeg Mulud) sama pada saat Garebeg Sawal atau Garebeg Besar bulan kemarin,” ucap Wakil Penghageng Kawedanan Keprajuritan Keraton Yogyakarta KRT Wiraningrat dalam Jumpa Pers Penyelenggaraan Rangkaian Hajad Dalem Sekaten, Jumat 22 September 2023 di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta seperti dilansir pada laman resmi Pemprov DIY.

Miyos Gangsa ini tidak dapat dilepaskan dari kisah Wali Sanga yang menggunakan budaya setempat untuk sarana syiar Islam. Laman resmi Keraton Yogyakarta menginfokan, bahwa untuk membuat masyarakat tertarik datang ke masjid dan mendengarkan dakwah dari para wali, maka dibunyikanlah seperangkat Gangsa Sekati. Sekati sendiri merupakan seperangkat gangsa (gamelan) yang diyakini berasal dari Majapahit, kemudian dimiliki oleh Kerajaan Demak dan dibunyikan selama pelaksanaan Sekaten.

Kata "miyos" dalam bahasa jawa khususnya krama inggil (bahasa halus) mendung arti sebagai lewat. Sedangkan Miyos Gangsa adalah prosesi dibawanya Gangsa Sekaten Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga dari Bangsal Pancaniti menuju Masjid Gedhe Kauman. Terdapat pula kisah tersendiri tentang Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga ini. Konon, melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 , Kerajaan Mataram terbagi menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Ini menyebabkan seperangkat Gangsa Sekati Kerajaan Mataram, yaitu Kiai Gunturmadu dan Kiai Guntursari juga harus dibagi dua.

Kiai Gunturmadu diserahkan kepada Kasultanan Yogyakarta, sedangkan Kiai Guntursari diserahkan pada Kasunanan Surakarta .Kasultanan Yogyakarta kemudian membuat putran atau duplikasi dari Kiai Guntursari yang diberi nama Kiai Nagawilaga. Duplikasi ini bertujuan untuk mengembalikan gamelan pada kelengkapan semula. Rangkaian upacara Sekaten dimulai dengan keluarnya Gangsa Sekaten Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga dari ruang penyimpannya di dalam Keraton menuju Bangsal Pancaniti. Gamelan Sekaten ini kemudian ditabuh atau dibunyikan oleh Abdi Dalem Kridha Mardawa pada malam harinya. Gendhing yang dimainkan saat Gamelan Sekaten berada di Bangsal Pancaniti adalah gendhing rambu, gendhing rangkung, dan gendhing andong-andong atau gendhing lunggadung.

Bersamaan dengan ditabuhnya Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga, Sultan Hamengkubuwono ke X mengirimkan utusannya menuju Bangsal Pancaniti sisi timur dan barat untuk menyebar udhik-udhik kepada para penabuh dan pengunjung yang hadir. Udhik-udhik berupa biji-bijian dan uang logam tersebut merupakan simbol sedekah, doa keselamatan, dan kesejahteraan dari raja kepada rakyatnya.

Pada Hajadan Dalem Sekaten tahun ini, penyebaran udhik-udhik dilakukan oleh para putri dan menantu Dalem yaitu GKR Mangkubumi, GKR Maduretno, GKR Hayu, GKR Bendara, KPH Notonegoro dan KPH Purbodiningrat. Setelah penyebaran udhik-udhik selesai, para putri dan menantu Dalem kembali ke dalam keraton.

Di Bangsal Pancaniti, Gangsa Sekaten ditabuh sampai pukul 23.00 WIB. . Kedua perangkat gamelan tersebut kemudian ditata di ancak yang digunakan sebagai alat untuk membawa gamelan. Tepat tengah malam, dilakukan prosesi Miyos Gangsa atau membawa gamelan dari Bangsal Pancaniti menuju ke Masjid Gedhe. Para Abdi Dalem dan Prajurit Keraton turut mengawal Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga menuju ke Masjid Gedhe.

Sesampainya di Masjid Gedhe, kedua perangkat gamelan itu ditata pada dua bangunan yang terletak saling berhadapan di halaman Masjid Gedhe. Kiai Gunturmadu ditata di Pagongan Kidul sedangkan Kiai Nagawilaga ditata di Pagongan Lor.

Gangsa Sekaten ditabuh tiga kali sehari dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 11 Mulud. pada pagi hari Gangsa Sekaten ditabuh sejak jam 08.00 hingga 11.00, siang hari sejak 14.00 hingga 17.00, dan malam hari sejak jam 20.00 hingga 23.00. Gangsa Sekaten tidak akan ditabuh pada hari Kamis petang sampai dengan selepas sholat Jumat. (Eny Wahyuningsih)