Cerita Jogja Dulu, Pasar Senthir, Tempat Jula Beli Barang 'Gelap'
Yogyakarta - Nama Pasar Senthir di Yogyakarta sangat familiar ditahun 1980-1990an. Pasar ini terletak di kawasan Jl Sriwedani atau selatan Pasar Beringharjo bagian belakang. Dulunya Pasar Sriwedani merupakan pasar untuk berjualan sayuran yang menempati di Jl Sriwedani, belakang kawasan shoping center atau Taman Pintar.
Selain pasar sayuran, di sepanjang tempat itu ada banyak lapak pedagang barang-barang bekas terutama pakaian dan sepatu. Namun ada pula barang-barang yang baru.
Disebut pasar senthir karena mereka berjualan setiap sore hingga malam hari menggunakan lampu teplok/lampu minyak setiap harinya.
Senthir sendiri berarti lampu minyak tanah atau teplok. Para pedagang di pasar senthir tiap petang mulai membuka lapaknya di Jl Tilarso dan Limaran yang menghubungkan antara Jl Sriwedani dengan jl Suryotomo.
Para pedagang membuka lapak diemperan toko dengan menggunakan rak-rak kayu. Sepatu, baju-baju dan celana bekas di tumpuk dirak tersebut, Ada pula alat-alat musik seperti gitar hingga alat olahraga seperti raket badminton dan tenis.
Ada yang menganggap pasar senthir merupakan pasar gelap yakni menjual barang-barang gelap atau hasil curian. Namun hal itu tidaklah semua benar.
Ada memang satu atau dua barang tertama pakaian celan jeans mahal, sandal dan sepatu bermek yang meruakan hasil curian. Barang-barang itu kemudian dijual di situ.
"Dulu nggak ada lampu listrik, kalau berjualan ya pakai lampu minyak atau senthir," ungkap Ny Suparti salah satu pedagang pakaian bekas di pasar senthir sekarang ini.
Menurutnya menggunakan lampu minyak karena penerangan terbatas. Selain itu lampu senthir juga digunakan untuk menerawang baju dan celana bekas yang dijual orang.
Untuk mengetahui ada cacat seperti bolong kan bisa diterawang pakai lampu," katanya.
Pelanggan waktu itu sebagian besar adalah para mahasiswa. Celana jeans Levi's baik yang asli atau palsu atau merek-merek lain banyak diperjual belikan. Kalau yang asli disinari pakai lampu senter benang jahitan akan kelihatan menyala. Kalau palsu tidak.
Harga kalau celana bekas dulu itu sekitar 10 ribu-25 ribu. Kalau jeans levis asli bisa diatas Rp 50 ribu.
Biasanya tanggal-tangal tua banyak yang menjual. ya mungkin karena belum ada uang kiriman.
Kalau sekarang baju-baju bekas sudah kalah dengan yang dijual dari baju bekas dari Korea, Jepang, Singapura atau Malaysia atau dikenal pakaian Awul-awul.
"Pakaian bekas sekarang kebanyakan yang membeli hanya buruh atau atau yang sudah biasa beli di pasar Senthir ini. Kalau dulu masih di selatan Toko Progo masih banyak mahasiswa," kata Ny Sudarsih seorang penjual pakian bekas di Pasar Beringharjo.
"Sekarang kita jual baju-baju bekas dengan harga Rp 25 ribuan itu sudah abot, untungnya tak seberapa," ungkapnya.
Matsir Dabey warga Kotagede mengaku sejak tahun 1981 hinga sekarang masih senang mendatangi pasar senthir. Karena di sir=tu sering menimukan barang murah dan langka yang layak dikoleksi.
"Saya beli baju batik Rp 22.500 sudah bisa dipakai njagong ke Graha Sabha Pramana," katanya.
Hal serupa diungkapkan warga lainnya, seperti Wachid Nur Effendi, Tedy Kartiyadi dan Soni de Rosari yang memperoleh sepetu bermerek yang saat itu kalau dbeli ditoko lumayan mahal.
Yang menarik adanya kode-kode untuk menetahui kondisi barang. Namun bila tidak tahu kode-jide itu embeli bisa tertipu atau keblowok dengan barang yang dbelinua.
Meski pasar senthir sudah dipindah di parkiran selatan Pasar Beringharjo, di tempay itu hampir tiap malam selalu ramai. Saat dielokasi ada beberapa pedagang yang kemudian berpndah di lantai 3 Pasar Beringharjo. (Bagus Kurniawan)