Kebijakan Makro Ekonomi yang Pro Miskin, Pekerjaan Rumah yang Tak Pernah Usai

27/10/2020 768 view Jogja Kini Bagus Kurniawan

Kemiskinan saat ini bukan lagi dipahami kondisi tidak mampu seseoang, sebuah keluarga atau masyarakat yakni kebutuhan dasar manusia yang menyangkut kecukupan sandang, papan dan pangan. Kemiskinan saat ini bisa dipahami kondisi ketidakmampuan negara dalam mensejahterakan rakyatnya. 

Persoalan kemiskinan dipahami secara multidimensi baik pemerintah, lembaga donor, LSM, dan akademisi. Kemiskinan dalam sebuah negara menyangkut aspek pendidikan, kesehatan dan aspek sosial lainnya seperti pengangguran atau tenaga kerja.

Saat ini membahas kemiskinan di sebuah negara selalu menyagkut aspek pendidikan, kesehatan dan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat.

Lembaga donor internasional hampir di semua negara menyeragamkan dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Apa yang terjadi di suatu negara bisa ditiru dan diduplikasi di negara lain.

Padahal dalam banyak kasus tidaklah sama. Penanggulangan kemiskinan tidak bisa secara parsial atau sepotong-potong, namun bersifat multidimensi dan komprehensif.

Banyak akademisi yang mengkritk pemrmasalahan penyeragaman terkait penangguangan kemiskinan tersebut.

Paradigma yang muncul saat ini masalah kemiskinan selu menggunakan pendekatan ekonomi makro. Ekonomi makro secara garis besarnya adalah sebuah studi tentang ekonomi secara keseluruhan.

Dalam ekonoi makro, pertumbuhan ekonomi suatu negara semua kebijakaannya selalu terkait dengan pertumbuhan ekonomi, cadang devisa, laju inflasi, moneter, fiskal, tenaga kerja dan keseimbangan neraca pembayaran.

Dalam politik anggaran, APBN, APBD dan DAU lebih merupakan instrumen kebijakan pemerintahan yang dirancang setiap tahun.

Politik anggaran setiap periode pemerintahan sudah pasti akan berbeda-beda meski tujuan sama untuk kesejhteraan rakyat.

Negara merumuskan semua kebijakan makroekonomi dan sosial untuk sebuah konsep besar Welfare Statel yang terintegrasi dan berkelanjutan dengan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan analisis ekonomi, sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik dari hubungan antara kemiskinan, mata pencaharian, dan kebijakan makroekonomi.

Semua itu didesain dalam kerangka ekonomi makro bersama dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas ekonomi yang kuat atau kokoh.

Selama 20 tahun terakhir ini atau di awal tahun 2000 paradigma makro ekonomi dengan tujuan stabilitas ekonomi da pertumbuhan yang tinggi masih menjadi arus utama untuk menyelesaikan permasalah sosial.

Sebab perumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas ekonomi yang kuat "percaya" akan mampu menyelesaikan atau mengurangi permasalah yang dihadapi negara seperti ketenagakerjaan, pendidikan dan kesehatan.

Hal-hal tersebut di atas harus segera diselesaikan  negara. Angka pengangguran tinggi dn minimnya lapangan akan menyebabkan masalah tersendiri bagi negara. Negara harus bisa menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Sebab angka pengangguran tinggi akan menjadi beban negara.

Salah satu upaya negara adalaj menciptakan lapangan krja yakni meminta negara maju untuk berinvestasi atau mengundang investor masuk untuk mendirikan pabrik-pabrik besar atau perusahaan multinasional.

Dalam banyak kasus di negara ketiga seperti Afrika dan Asia, perempuan lebih banyak bekerja di sektor non formal, pertanian dan rumah tangga. Bila mereka bekerja di sebuah perusahaan upah sebagai buruh akan lebih rendah.  

Sementara itu di sisi lain negara juga harus menanggung beban lain misalnya enambah anggaran pendidikan terutama pendidikan dasar, falitas kesehatan hingga subsidi ekonomi sebagai bentuk jaring pengaman sosial (JPS).

Dalam kasus di Indonesia, selama beberapa tahun terakhir ini adalah yang paling menonjol adalah persoalan buruh dan tanaga kerja. Buruh meminta adanya kenaikan upah setiap ahun. Sementara pengusaha tidak serta merta menuruti tuntutan buruh.

Sementara itu posisi posisi negara dalam hal ketenagakerjaan berada di tengah-tengah. Negara tidak mau stabilitas negara terganggu oleh karena masalah ketenagakerjaan akibat banyak warga yang menganggur. Di sisi lain negara juga harus memberikan jaminan (keamanan) pada investor/pengusaha agar stabilitas terjaga sehingga tidak menganggu proses produksi. Bahkan pengusaha juga memberikan 'ancaman" akan lari, memindahkan perusahaan atau merelokasi ke negara lain. Bila hal itu terjadi negara akan rugi, ada pengangguran yang bisa mengganggu pertumbuhan dan stablitas.

Kasus demo buruh meminta kenaikan upah terutama di wilayah kota-kota besar Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten selama 10 tahu terakhir ini juga terus meningkat hingga disahkannya UU Cipta Kerja pada awal Oktober ini.

Setelah aksi buruh dan mahasiswa ini, dalam waktu dekat ini pemerintah akan segera mengesahkan Upah Minimum Regional tahun 2021. Bayang-bayang gejolak sudah pasti akan muncul lagi karena akhir tahun 2020 tidak lama agi.

Masih abanyak pekerjaan rumah baik di semua negara berkembang dan Indonesia yang akan dihadapi ke depan. Persoalan pemenuhan hak-hak rakyat seperti pendidikan dasar, kesehatan, ketenagakerjaan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi sehingga kesejahteraan sosial tercapai.

Disisi lain pemerintah juga masih harus menggenjot pendapatan negara tdak hanya dari sektor perdagangan namun juga pendapatan lain misalnya dari pajak.

Referensi

Nur World Bank. 2001. “Indonesia, Constructing a New Strategy for Poverty Reduction”

 

Bagus Kurniawan, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta